Jumat, 14 April 2017

Seorang Jurnalis dan Suka Dukanya, dari Bertemu Mantan Teroris Hingga Berjemur di Bawah Terik Matahari



Menjadi seorang mahasiswa memang harus bisa membagi waktu, berbagai macam kegiatan diikuti untuk sekedar menambah pengalaman dan ilmu, termasuk mengikuti kegiatan di komunitas atau Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), dan pilihanku jatuh saat mendaftar di salah satu komunitas pers kampus Institut Bisnis dan InformatikaStikom Surabaya. sedikit cerita, sebagian orang mungkin saja tidak mengetahui passionnya dan hanya mengikuti kemana aliran air membawanya, bahkan sebelumnya saya pun seperti itu.

Namun semua berubah saat saya mulai menulis di salah satu media cetak Stikom Surabaya, berbagai pelatihan saya ikuti hanya sekedar ingin mengetahui passion saya, hal yang membuat saya merasa nyaman saat melakukan sesuatu. Komunitas pers Stikom Surabaya banyak mengadakan pelatihan mengenai bagaimana cara menulis yang benar, bagimana cara menjadi seoang jurnalis yang profesional, dan kode etik seorang jurnalis agar tidak melakukan kesalahan saat terjun ke lapangan.

Tugas lapangan pertama saya saat itu adalah meliput Dies Natalis Stikom Surabaya yang berlokasi di taman bungkul, acara yang memang dilaksanakan saat hari minggu membuat suasana cukup ramai. Berbekal sedikit informasi dari salah satu panitia acara, saya mencari lokasi Dies Natalis yang memang cukup jauh dari tempat penitipan sepeda motor, ditambah lagi cuaca yang cukup cerah membuat kota Surabaya terasa panas bahkan saat di pagi hari, sungguh melelahkan. Bahkan saat sudah sampai di lokasi saya harus mengikuti peserta dengan agenda jalan sahat mengelilingi taman bungkul, hal tersebut dilakukan demi mendapatkan foto yang bagus dan natural.

Tugas lapangan kedua saya adalah mewakili pers mahasiswa untuk menghadiri acara dialog yang berlokasi di Universitas Brawijaya, Malang. Saat itu adalah saat yang paling berkesan, karena saya bisa bertatap langsung dengan salah satu narasumber yaitu adik kandung dari seorang teroris bernama Amrozi, yaitu bapak Ali Fauzi. Beliau saat itu bercerita, dengan hanya berbekal bumbu dapur beliau bisa menciptakan bom, meskipun dengan skala ledakan yang tidak terlalu besar, hehehe. Tidak hanya itu saja, uang ratusan ribu masuk ke kantong saat selesai menghadiri acara tersebut, tapi jangan tanya jumlah lebih tepatnya ya, hehehe. Yang pasti lebih dari 100 ribu, Upss.

Stikom Surabaya memang memberikan banyak hal sebagai pengalaman saya menjadi seorang jurnalis, mulai dari perjuangan hingga kisah berkesan dengan narasumber. Semoga berbagai macam pelatihan yang saya ikuti mampu menambah wawasan saya, dan menjadikan saya pribadi yang Unggul dan Terkenal. Stikom Surabaya makin menjadi Institut yang Berkualias, karena memberikan pengalaman yang berkesan bagi mahasiswanya.